Monday, April 20, 2020

Tritunggal Mahakudus

Allah Tritunggal merupakan rangkuman dari seluruh iman dan ajaran Kristiani. Iman akan Allah Tritunggal bukanlah titik pangkal, melainkan kesimpulan dari rangkuman seluruh sejarah pewahyuan Allah serta tanggapan iman manusia. Inti pokok iman akan Allah Tritunggal ialah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putra) oleh Roh Kudus.

1.      Ajaran Gereja Tentang Allah Tritunggal
1.      Beberapa istilah (terminologi) yang menyangkut Tritunggal
Bahwa kita percaya akan adanya satu Allah Tiga Pribadi j memang tidak mung­kin dijelaskan. Tetapi ada beberapa istilah dalam hubungan dengan iman kita itu kiranya perlu dipahami.
a.      Arti Allah kita Satu (Tunggal)
Dalam syahadat dikatakan: “Aku percaya akan SATU ALLAH”. Apa artinya kata “SATU”? Kata “SATU” dalam konteks “SATU ALLAH” tidak persis sama dengan bilangan “satu” dalam pengertian matematika. Jika kata “SATU” dalarn konteks “SATU ALLAH” dimengerti sebagai bilangan matematis, maka kita membuat kesalahan besar. Kita terjerumus untuk memasukkan Allah yang meng­atasi segala-galanya hanya sekedar bilangan belaka. Seakan-akan Allah itu dapat dihitung atau dikalkulasi seperti barang-barang.
ALLAH adalah SATU, artinya adalah tunggal, utuh tak terbagi, tak tercerai­beraikan, sempurna, dan tidak ada sesuatu apa pun yang perlu ditambahkan kepada­Nya. Jika satu adalah utuh, penuh, sempurna, maka Allah sama dengan satu. Attah adalah keutuhan, kepenuhan, dan kesempurnaan.
Jadi, makna kata “satu” dalam konteks iman akan “Satu Allah” menunjukkan kepada kesempurnaan Allah, keutuhan Allah, dan kepenuhan Allah.

b.      Arti Tiga Pribadi dalam Satu Allah
Allah Tritunggala dalah satu dan Tiga pribadi sekaligus (Bapa, Putra, dan Roh Kudus). Apa artinya? Apanya yang tiga? Bukan ada tiga Allah, yang tiga adlaah Priabdi-Nya. Dalam bahasa sehari-hari, kata “pribadi” dikenakan pada manusia. Manusia adalah makhluk yang mempribadi. Hanya manusia yang merupakan makhluk ciptaan yang berpribadi dan berelasi. Artinya, hanya manusia yang dapat menyapa, mengkomunikasikan diri, bergaul, solider, dan sebagainya.
Allah adalah satu dan tiga pribadi, artinya Allah adalah Dia yang berelasi, menyapa, merangkul, menghadirkan diri, dan mengkomunikasikan diri. Jika Allah adalah Allah yang berelasi, relasi macam apakah yang dihadirkan oleh Allah? Relasi Allah adalah relasi kesatuan, kesempurnaan, ketunggalan, dan keutuhan dalam keilahian-Nya. Artinya, masing-masing berada dalam satu kesempurnaan ilahi yang tidak kekurangan sedikit pun. Relasi kesatuan semacam itu hanya dapat dijelaskan kalau merupakan relasi kasih. Jadi, tiga pribadi Allah yang relasional adalah Allah yang saling mengasihi, yang saling mencintai secara penuh, total, selesai, dan sempurna. Misteri Allah Tritunggal, dengan demikian adalah misteri Allah Yang Mengasihi.


2.        Doa-Doa dan Ibadat yang Mengungkapkan Iman kepada Tritunggal
a.      Tanda Salib : “Demi Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”
Apa artinya tanda salib?
·         Sebagai peringatan akan Yesus yang mati di salib sebagai Juru Selamat manusia.
·         Sebagai tanda karya penyelamatan dan penebusan yang mendamaikan alam semesta, memberi hidup, dan mengalahkan yang jahat. Menurut keyakinan Kristiani, karya keselamatan dan penebusan berpangkal pada Allah dan dilaksanakan oleh Allah, yakni oleh Allah Tritunggal, yaitu Bapa, Putra, dan Roll Kudus.
·         Menandai dirinya dengan salib sambil menyerukan nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, kita menempatkan diri kita seluruhnya di bawah naungan salib Yesus yang mendapat kekuatan untuk mengalahkan dosa dan meng­antar manusia kepada Allah Bapa, melalui Putra dalam Roh Kudus.
b.      Doa “Kemuliaan (Gloria)”
·         Jika kita mendoakan/menyanyikan “Kemuliaan/Gloria”, kita ingat akan semua yang dilakukan Allah bag] kita. Walaupun kita katakan “Kemuliaan kepada Allah di surga”, kita tahu bahwa Allah telah turun dari surga untuk keselamatan kita dan untuk mengangkat kita ke surga. Oleh karena itu, kita memuji-Nya dengan iman dan cintakasih.
·         Jika kita mendoakan/menyanyikan “Kemuliaan/Gloria”, kita memuji Putra Allah yang setara dengan Bapa, yang menghapus dosa dunia, dan yang menebus kita.
·         Dalam doa: “Kemuliaan kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus. ....” kita memuliakan Allah Tritunggal dan Kristus Penebus kita yang mewahyu­kan Bapa bersama dengan Roh Kudus.
c.       Syahadat (Credo)
Apa yang diungkapkan dalam “Syahadat”, baik yang singkat maupun yang panjang?
·         Syahadat sesungguhnya merupakan pengakuan Iman akan Allah Tri­tunggal.
·         Syahadat merupakan ringkasan seluruh sejarah suci mulai dari penciptaan, penjelmaan, kebangkitan, kedatangan Roll Kudus, misteri Gereja, sakra­men-sakramen, sampai dengan kehidupan kekal. Setiap kali kita mengucapkan/mendoakan “Syahadat“, kita mengenangkan seluruh sejarah keselamatan. Sejarah keselamatan adalah sejarah kesela­matan yang berasal dari Bapa, terlaksana oleh Putra, dan dilanjutkan oleh Roll Kudus di dalam Gereja sampai pada akhir zaman.
d.      Doxologi
Apa artinya doxologi?
Bagaimana isi doanya clan didoakan?
·         Doxologi artinya doa pujian. Ciri khas doxologi dalam liturgi Ekaristi adalah susunannya yang triniter. Artinya, Allah Tritunggal Mahakudus yang menjadi isi/inti doa tersebut.
·         Pada akhir doa Syukur Agung didoakan doxologi: “Bersama dan bersatu dengan Kristus dan dengan perantaraan-Nya, dalam persatuan dengan Roh Kudus, disampaikanlah kepada-Mu Allah Bapa Yang Mahakuasa, segala hormat dan pujian, kini dan se­paniang segala masa.” Amin.
e.       Pembaptisan
Pembaptisan orang Kristiani memakai rumusan Trinitas. Pada waktu membaptis, Imam (Romo) mengucapkan “Aku membaptis kamu, dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus.” Dengan Pembaptisan itu, orang yang dibaptis dipanggil untuk mengambil bagiand alam kehidupan Tritunggal Mahakudus.

Gambaran Kerajaan Allah


A.    
Situasi Sosial Bangsa Israel dan Kerinduan Mereka pada Mesias dan Kerajaan Allah
Selama enam abad sebelum kedatangan Yesus, bangsa Israel selalu dijajah oleh bangsa lain, yaitu bangsa Persia, bangsa Yunani, dan terakhir bangsa Romawi. Selain ditindas oleh para penjajah itu, bangsa Israel juga ditindas oleh pemimpin­-pemimpin bangsanya sendiri, yaitu raja-raja boneka yang diangkat oleh para penjajah.
Dalam situasi tertindas seperti itu, bangsa Israel selalu memimpikan ke­datangan Mesias dan Kerajaan Allah. Unhik mengerti dengan baik impian bangsa Israel tentang Kerajaan Allah dan pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah, maka secara berlurut-turut kita akan mendalami tentang situasi sosial masyarakat Yahudi pada waktu itu, paham-pahamnya tentang Kerajaan Allah, dan pewartaan Yesus tentang Keraiaan Allah.
1.      Situasi Sosial Bangsa Israel
a.      Situasi Sosial-Politik
Setelah masa pembuangan bangsa Israel di Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk kepada Kerajaan Persia, Yunani, dan Kekaisaran Romawi. Secara internal, masyarakat Palestina dikuasai oleh raja-raja dan pejabat boneka yang ditunjuk oleh penguasa Roma. Selain pejabat-pejabat boneka, masih ada kelas pemilik tanah yang kaya raya dan kaum rohaniwan kelas tinggi yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan mereka. Golongan-golongan ini sering memihak penjajah supaya mereka tidak kehilangan hak istimewa atau nama baik di depan penjajah, kareria Roma mempunyai kekuasaan mencabut hak milik seseorang.
Puncak kekuasaan politik adalah procurator Yudea. Ia harus seorang Romawi. Ia berwenang menunjuk raja dan Imam Agung. Di Yudea, Imam Agung berperan di bidang politik sebagai raja selain sebagai pemimpin agama. Di Galilea kekuasaan dipegang oleh raja Herodes Antipas.
Dominasi rimiliter terlihat dengan kehadiran tentara Romawi di mana-mana. Mereka diambil dari Siria atau Palestina, tetapi tidak dari kalangan Yahudi.
Situasi yang menekan kadang-kadang tidak tertahankan, sehingga timbul pemberantakan yang umumnya digerakkan oleh kaum Zelot yang benmarkas di Galilea. Namun, pemberontakan kaum Zelot ini selalu dapat dipadamkan/ditum­pas. Penumpasan kaum pemberontak (Zelot) ini biasanya membawa korban nyawa yang tidak sedikit.

b.      Situasi Sosio-Ekonomi
Penduduk desa biasanya hanya memiliki lahan-lahan kecil untuk usaha per­tanian. Sebagian besar tanah dikuasai oleh para tuan tanah yang kaya dan mereka tinggal di kota-kota. Lahan-lahan luas yang dikuasai oleh para tuan tanah itu di­gunakan untuk menanam jagung dan peternakan besar. Para tuan tanah yang tinggal di kota-kota itu praktis menjadi pengemudi roda ekonomi kota dan perdagangan internasional. Rakyat kebanyakan biasanya hanya menj adi penggarap tanah (buruh tam) atau pengembala ternak milik tuan-tuan tanah itu.
Kondisi ekonomi sebagian besar penduduk (rakyat) hanya pas-pasan, bahkan kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga karena penghasilan mereka terlalu kecil. Dalam sihiasi yang parah seperti itu, rakyat masih dibebani berbagai macam pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk Bait Allah, dan sebagainya. Konon, pajak dan pungutan-pungutan tersebut dapat mencapai 40% dari penghasilan rakyat.

c.       Situasi Sosial-Kemasyarakatan
Masyarakat Palestina terbagi dalam kelas-kelas. Di daerah pedesaan terdapat kelas-kelas atau kelompok sosial, yaitu tuan tanah besar, pemilik tanah kecil, perajin, kaum buruh, dan budak.
Di daerah perkotaan terdapat beberapa lapisan kelas sosial. Lapisan kelas sosial tertinggi adalah kaum aristokrat, imam-imam, pedagang-pedagang besar, dan pejabat-pejabat tinggi. Lapisan kelas sosial menengah bawah adalah para perajin, pejabat-pejabat rendah, awam, dan kaum Lewi. Lapisan kelas sosial pa­ling bawah adalah kaum buruh yang pada umumnya bekerja di sekitar Bait Allah. Di samping itu, terdapat juga kaum proletar marginal yang tidak terintegrasi dalam kegiatan ekonomi, yang terdiri atas orang-orang yang dikucilkan oleh ma­syarakat karena suatu hal (bukan karena kondisi ekonomi). Misalnya: para pendosa publik seperti pelacur dan pemungut bea cukai, penderita kusta yang menurut keyakinan Yahudi disebabkan oleh dosa si penderita atau dosa orang tuanya.
Menurut orang Yahudi, dosa itu dapat berjangkit seperti kuman penyakit. Oleh sebab itu, orang baik-baik tidak boleh bergaul dengan orang-orang berdosa.
Selain adanya kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial tersebut di atas, terdapat juga berbagai bentuk diskriminasi, misalnya diskriminasi rasial, seksual, pekerjaan, dan sebagainya.

d.     Situasi Sosio-Religius
Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi berdasarkan hukum Taurat. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum Taurat. Bagi mereka, menjadi rakyat Tuhan berarti taat pada setiap pasal hukum Taurat. Mereka berusaha me­nerapkan hukum Taurat pada setiap segi kehidupan. Tetapi, mereka sendiri sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka.
Menaati hukum Tuhan berarti menaati secara ketat terhadap setiap pasal hukum Taurat. Orang-orang Farisi gemar memperluas tuntutan-tuntutan kebersihan yang berlaku untuk para imam bagi seluruh masyarakat Israel. Mereka menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi hukum Taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan beban yang tidak tertahankan bagi rakyat kecil.
Singkatnya, rakyat kebanyakan di Palestina sangat tertindas pada saat Yesus muncul. Mereka ditindas secara politis, ekonomis, sosial, bahkan religius.
2.      Paham-Paham Tentang Kerajaan Allah
Dalam situasi tertindas, bangsa Israel sangat merindukan kedatangan Mesias dan Kerajaan Allah. Namun, paham mengenai Kerajaan Allah di kalangan bangsa Israel dipahami secara berbeda-beda.
a.      Paham Kerajaan Allah yang Berciri Nasionalistis
Paham ini dihayati oleh kaum Zelot. Kegiatan mereka bertujuan membebas­kan bangsa Israel dari kuasa politik penjajah kafir. Kaum Zelot berjihad untuk mengusir kaum kafir. Mereka berharap dengan kebangkitan nasionalisme, keme­nangan bangsa Israel dapat tercapai dan Kerajaan Allah tercipta.
b.      Kerajaan Allah Menurut Pandangan para Apokaliptis
Aliran ini percaya akan datangnya penghakiman Allah, karena dunia ini sudah jahat dan akan digantikan oleh dunia barn. Dalam dunia barn itu, yang balk akan dianugerahi kebakaan dan yang jahat akan dihukum.
Menurut pandangan aliran ini, Kerajaan Allah adalah sebuah kenyataan pada akhir zaman. Dunia ini atau zaman ini sudah terlalu jahat dan jelek. Setelah zaman yang jahat ini hilang lenyap dibinasakan oleh Allah, maka Kerajaan Allah akan menjadi kenyataan di bumi baru dan langit baru yang dijadikan Allah.
c.       Kerajaan Allah Menurut Pandangan para Rabi
Allah sekarang sudah meraja secara hukum, sedangkan di akhir zaman Allah menyatakan kekuasaan-Nya sebagai Raja semesta alam dengan menghakimi dan menyatakan kepada sekalian bangsa. Bangsa Israel yang dikuasai oleh orang-orang kafir (karena dijajah oleh bangsa Romawi yang dianggap kafir) merupakan akibat dari dosa-dosanya. Jika bangsa Israel melakukan hukum Taurat, maka penjajah akan dipatahkan. Karena itu, mereka yang sekarang taat pada hukum Taurat sudah menajdi warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melakukan hukum Taurat, maka bangsa Israel akan terus dijajah dan diperintah oleh kaum kafir.

B.     Gambaran Kerajaan Allah Dalam Terang
1.      Arti dan Makna Kerajaan Allah dalam Injil Matius 25:31-45.
Bacalah kutipan Injil di bawah ini, kemudian dalamilah makna Kerajaan Allah bagi hidupmu, sesuai dengan isi perikop bacaan Matius 25: 39 – 45

2.      Kerajaan Allah yang Diwartakan Yesus
Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus lebih mirip dengan pandangan para rabi dan para nabi. Allah mulai meraja, terutama dalam diri Yesus, dan akan mencapai kepenuhan-Nya pada akhir zaman. Ketika Yesus berkeliling di Palestina untuk mewartakan Kabar Baik dan melakukan berbagai perbuatan baik, termasuk mukjizat-mukjizat-Nya, menjadi nyata bahwa Kerajaan Allah sebenarnya mulai dibangun di tengah umat yang percaya.
Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus secara singkat dapat dikatakan sebagai berikut:
·         Kerajaan Allah adalah Allah yang meraja atau memerintah. Oleh karena itu, manusia harus mengakui kekuasaan Allah dan menyerahkan diri (percaya) kepada-Nya, sehingga terciptalah kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian.
·         Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus akan mencapai kepenuhannya pada akhir zaman. Di akhir zaman itulah, Allah benar-benar akan meraja. Dalam rangka ini, Kerajaan Allah terkait dengan penghakiman terakhir dan ukuran penghakiman adalah tindakan kasih. Mereka yang melaksanakan tindakan kasih masuk ke dalam Kerajaan Allah (bdk. Mat 25:31-45).
·         Kerajaan Allah yang mencapai kepenuhannya pada akhir zaman itu kini sudah dekat, bahkan sudah datang dalam sabda dan karya Yesus. Oleh karena itu, orang harus menanggapinya dengan bertobat dan percaya kepada warta yang dibawa oleh Yesus.
·         Kerajaan Allah adalah kabar mengenai masa depan dunia, di mana yang mis­kin tidak lagi miskin, yang lapar akan dipuaskan, yang tertindas tidak akan menderita lagi, yang tertawan akan dibebaskan. Namun, untuk mencapai masa depan yang demikian perlu perjuangan. Itulah sebabnya,Yesus terus-menerus berjuang supaya hal itu benar-benar terwujud. Selama hidup-Nya, Yesus terus-menerus berjuang supaya hal itu benar-benar terwujud. Seluruh hidup Yesus sampai la mengor­bankan hidup-Nya di kayu salib adalah untuk mewujudkan Kerajaan Allah, se­hingga orang benar-benar meng­alami damai sejahtera, sukacita, keadilan, dan kebenaran.
·         Perjuangan Yesus itu belum selesai, Yesus memberi tu­gas kepada para pengikut­Nya untuk melanjutkan per­juangan itu, agar Allah sungguh-sungguh meraja.

Yesus Mewartakan Kerajaan Allah


A.    
Pewartaan Yesus Tentang Kerajaan Allah
Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus kerapkali memakai perumpamaan, yaitu cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan suatu kebenaran, khususnya tentang Kerajaan Allah. Dengan perumpamaan itu, para pendengar lebih mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan membuat orang tertantang untuk mencari dan menemukan pesan yang berkaitan dengan Kerajaan Allah. Perumpamaan-perumpamaan Yesus me­ngenai Kerajaan Allah mau menyampaikan hal-hal berikut:
1.      Kerajaan Allah Sudah Dekat
Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, bahkan sudah datang, terutama dalam diri Yesus. Ketika Yesus berkeliling Palestina untuk mewartakan Kabar Baik, sebenarnya Kerajaan Allah mulai tampak di tengah-tengah umat­Nya (lih. Luk 10: 23-24).       
Pewartaan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu terungkap dalam perumpama­an tentang Pohon Ara (lih. Mrk 13: 28-32). Dekatnya Kerajaan Allah membawa nada ancaman dalam perumpamaan tentang orang yang menghadap hakim (lih. Luk 12: 57-58) untuk menuntut kembali pinjaman dari orang yang berhutang (berdosa), maka harus segera membereskan perkara itu (bertobat) supaya jangan terlambat; penghakiman terakhir sudah diambang pintu.
Berdekatan dengan perumpamaan tentang pohon ara adalah perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (lih. Luk 16: 1-8). Perumpamaan ini antara lain man mengatakan bahwa orang harus cerdik, sebab Kerajaan Allah sudah diambang pintu untuk mengadakan pertanggungjawaban. Dekatnya Kerajaan Allah berarti juga dekatnya penghakiman Allah.
Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (lih. Luk 13: 6-9) mau menggambarkan bahwa Allah itu sesungguhnya sabar, tetapi jika pada waktunya orang tidak menghasilkan buah pertobatan (bdk Luk 3: 8-9), maka penghakiman akan mendatangi orang itu.
Penghakiman Allah akan datang secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka (lih. Mat24: 50). Hal ini diilustrasikan dalarn perumpamaan tentang pencuri yang datang pada waktu ma lain di saat yang tidak diketahui (lih. Mat 24: 43-44). Kedatangan Kerajaan Allah dan penghakiman yang tidak tersangka-sangka itu terungkap dalam perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh.

2.      Kerajaan Allah berarti Allah Mulai Memerintah
Kerajaan Allah berarti Allah yang memerintah sebagai raja. Allah yang memerintah dilukiskan oleh Yesus sebagai Bapa. Allah itu sungguh-sungguh Bapa yang baik hati dan suka mengampuni. Dalam perumpamaan domba yang hilang (lih. Luk 15: 3-7), Yesus menggambarkan Allah yang suka mengampuni. Dalam perumpamaan orang-orang upahan di kebun anggur (lih. Mat 20:1-5), Allah digam­barkan sebagai “Bapa keluarga” yang baik hati terhadap orang-orang yang tidak berjasa. Orang yang dimaksud adalah “pemungut cukai, pelacur, dan orang ber­dosa” yang bertobat dan atas dasar kebaikan Allah menerima pemerintahan-Nya.
Dalam perumpamaan anak yang hilang atau Bapa yang mengasihi anak yang hilang (lih. Luk 15: 11-32) mau menunjukkan balas kasih dan kasih Allah terhadap orang berdosa dan sukacita-Nya karena mereka bertobat. Perumpamaan ini juga sekaligus berisi kritik terhadap orang Farisi (yang dilambangkan anak yang sulung) yang membanggakan jasanya, tetapi tidak mengerti sikap hat] Bapa. Ketiga per­umpamaan dalam Luk 15: 1-32 (domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang) mau menekankan sukacita Allah yang menyambut orang berdosa yang bertobat ke dalam Kerajaan-Nya.

3.      Kerajaan Allah Menuntut Sikap Pasrah (Iman) Manusia Kepada Allah
Allah meraja dengan kasih. Oleh sebab itu, manusia dituntut sikap pasrah, dan sikap iman kepada Allah. Allah menjadi harapan, sandaran, dan andalan bagi manusia. Manusia tidak boleh mengandalkan hal-ha1 lain, seperti harta, kekuasaan, bahkan dirinya sendiri.
Yesus menentang orang-orang Farisi karena mereka terlalu mengandalkan jasa jasa dan kekuatan diri mereka. Yesus memuji orang-orang miskin dan men­derita sebagai yang “berbahagia”, karena dalam kemiskinannya itu mereka hanya mengandalkan Allah dan mempercayakan diri pada Allah. Yesus tentu saja tidak mendukung kemiskinan, bahkan Ia memperjuangkan kesejahteraan lahir batin bagi umat. Yesus mengecam ketidakadilan yang dilakukan oleh para petinggi peme­rintahan dan agama.
Yesus tidak menyapa berbahagia kepada orang-orang yang saleh dan taat pada Taurat seperti kaum Farisi, sebab mereka mengandalkan dirinya sendiri. Yesus menyapa orang miskin dan menderita, sebab mereka hanya mengandalkan Allah. Baca perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk 18: 9-14).

4.      Kerajaan Allah itu Suatu Karunia
Kerajaan Allah adalah karunia dari Allah, bukan hanya jasa manusia. Dengan kata lain, pemerintahan Allah tidak ditegakkan atau diwujudkan hanya oleh daya upaya manusia. Kerajaan Allah sebagai karunia Allah ini diilustrasikan dalam perumpamaan “benih yang tumbuh” (Mrk 4: 26-29); “ragi” (Mat 13: 33 dst), “biji sesawi” (Mat 13: 31-32), dan “penabur” (Mrk 4: 1-9).
Titik perbandingan dalam perumpamaan-perumpamaan tersebut terletak pada keajaiban bahwa “benih” itu tumbuh, menjadi pohon besar, dan menghasilkan buah berlimpah, walaupun banyak rintangan. Demikianlah juga tentang Kerajaan Allah, biarpun banyak rintangannya (penabur), KerajaanAllah dengan kekuatannya sendiri (benih dan ragi) akan diwujudkan dan menghasilkan buah berlimpah. Kerajaan Allah sebagai karunia Allah harus diperjuangkan clan dikembang­kan oleh manusia sebagai nilai yang paling tinggi. Karena itu, manusia yang telah memperolehnya patut bergembira dan bersedia memperjuangkan dan mengem­bangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diilustrasikan dalam perumpama­an tentang “harta yang terpendam dan mutiara yang berharga” (Mat 13: 44-46). Fokus perumpamaan ini terletak dalam ayat 44 yaitu kegembiraan menemukan “harta terpendam”. Dengan usaha yang tidak mengenal lelah, akhirnya harta itu ditemukan sehingga mendatangkan kegembiraan luar biasa bagi yang empunya. “Harta terpendam” ini menggambarkan sesuatu yang sangat bernilai, yakni Ke­rajaan Allah. Orang dengan gembira hati mengorbankan segala sesuatu demi Kerajaan Allah yang paling berharga dan bemilai.

B.     Perbuatan-Perbuatan Yesus Dalam Rangka Memperjuangkan Kerajaan Allah
Yesus memaklumkan dan memperjuangkan Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan. Perkataan dan perbuatan tersebut dalam hidup Yesus merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan (lih. Mat 11: 4-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan Yesus supaya per­buatan itu dapat ditangkap maksudnya, sedangkan perbuatan-perbuatan mewujud­nyatakan perkataan-perkataan Yesus, sehingga kata-kata Yesus bukanlah kata­kata kosong, tetapi kata-kata yang penuh kuasa dan arti. Maka dalam kesempatan ini akan dijelaskan mengenai perjuangan Yesus melalui perbuatan.
1.      Yesus Mengadakan Mukjizat-Mukjizat
Yesus mewartakan Kerajaan Allah tidak hanya dengan sabda-sabda-Nya, tetapi juga melalui mukjizat-mukjizat. Mukjizat yang dimaksudkan adalah kejadian atau perbuatan luar biasa yang bagi orang percaya menangkapnya sebagai per­nyataan kekuasaan Allah Penyelamat. Dengan mukzijat itu, Allah menyatakan kekuasaan penyelamatan-Nya.
Mukjizat hanya sebagai tanda bagi orang yang percaya, yaitu tanda kemurahan hati Tuhan (Yesus), sedangkan bagi yang tidak percaya adalah suatu pertanyaan. Mukjizat-mukjizat Yesus itu mau menunjukkan:
a.      Yesus menghubungkan mukjizat-mukjizat-Nya dengan pemberitaan tentang Kerajaan Allah. Di luar itu, Yesus tidak pernah membuat mukjizat. Itulah sebabnya, Yesus menolak membuat tanda/mukzijat di hadapan pejabat atau orang banyak untuk melegitimasikan diri-Nya sebagai yang berasal dari Allah (Mat 16: 1; Luk 11: 16-29).
b.      Dasar dan motif mengadakan mukjizat adalah pemberitaan tentang Kerajaan Allah. Pemberitaan tentang Kerajaan Allah hanya ditujukan kepada orang miskin dan tertindas. Karena itu, mukjizat-mukjizat Yesus justru teriuju ke­pada orang yang malang, sakit dan di bawah kuasa kejahatan. Mukjizat-muk­jizat itu menyatakan bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus dan yang membebaskan orang dari kuasa jahat, benar-benar bagi mereka.
c.       Mukjizat-mukjizat Yesus mempunyai arti mesianis. Artinya, mukjizat-muk­jizat Yesus mau menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nanti­kan. Mukjizat-mukjizat yang dikerjakan Yesus merupakan tanda dari Kerajaan Allah yang sudah datang. MeIalui penyembuhan orang sakit dan pengusiran roh-roh jahat menajdi nyata bahwa zaman Mesias sudah dimulai. Hal ini juga menjadi jelas ketika Yohanes bertanya apakah Yesus adalah Mesias yang dinantikan. Yesus memberi jawaban dengan berkata : “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar : Orang buta melihat, orang bisu mendengar, orang mati dibangkitkan, orang kusta menjadi tahir dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:4-5).
d.     Mukjizat-mukjizat Yesus menyatakan solidaritas Allah dengan manusia yang miskin dan menderita serta kerasukan roh jahat. Allah menyatakan diri setia kawan dengan orang yang sakit dan kerasukan setan. Dengan demikian, mukjizat Yesus juga menjadi tanda bahwa Yesus datang untuk menampakkan kebaikan hati Allah, supaya yang menderita tidak menderita, supaya yang dibawah kuasa setan dibebaskan dan yang sakit disembuhkan.
2.      Yesus Bergaul dengan Semua Orang : Tanda Cinta-Nya yang Universal
Yesus dekat dengan semua orang, maka Ia j uga sangat terbuka terhadap semua orang. la bergaul dengan semua orang. la tidak mengkotak-kotakkan dan membuat kelas-kelas di antara manusia. Yesus tidak pernah hanya dekat dengan sekelompok orang clan menyingkirkan kelompok yang lainnya. Yesus akrab dengan semua orang (lih. Yoh 7: 42-52) dan penguasa, bahkam penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik. Yesus pun akrab dengan para pegawai pajak yang korup (lih. Luk 19: 1-10), dengan wanita tuna susila (lih. Luk 7: 36-50), dan para penderita penyakit berbahaya yang dikucilkan.
Pergaulan Yesus dengan orang-orang yang berdosa dan najis sering dipandang oleh kaum Farisi amat tidak sesuai dengan adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu.

3.      Yesus Membebaskan Orang-Orang dari Beban Legalisme
Yesus sering dikecam oleh lawan-lawannya sebagai orang yang suka berpesta pora, suka makan dan minum, tidak berpuasa, dan tidak menghiraukan banyak ketentuan hukum Taurat lainnya.
Yesus memaklumkan bahwa Allah itu Pembebas. Allah ingin memungkin­kan manusia mengembangkan diri secara lebih utuh dan penuh. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan kepada tujuan memerdekaan manusia. Maksud terdalam setiap hukum adalah membebaskan (atau menghindarkan) manu­sia dari segala sesuatu yang dapat menghalangi manusia berbuat baik. Begitu pula, tujuan hulcum Taurat.
Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkas dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih. Yesus menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi dan ditafsirkan secara keliru.

4.      Yesus Memanggil Pengikut-PengikutNya
Untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus memanggil dan mengutus murid­murid-Nya. Mereka dituntut memiliki keterlibatan yang radikal. Orang-orang yang dipanggil Yesus harus:
a.      Segera meninggalkan segala-galanya;
b.      Belajar dan hidup dekat dengan Yesus;
c.       Siap diutus;
d.     Siap menderita.

C.    Nilai-Nilai Duniawi dan Nilai-Nilai Kerajaan Allah
1.      Uang/Harta dan Kerajaan Allah
Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya berten­tangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah. Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum (bdk. Mrk 10: 25). Maksudnya, Yesus mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita clan suka membatu mereka dengan kekayaannya.
Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.

2.      Kekuasaan dan Kerajaan Allah
Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah terhalang. Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. Yang satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.
Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum taurat.
Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. Para ahli kitab dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya merupakan pelayanan (bdk. Mat 23:4; Mrk 2:27). Yesus juga menolak setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, clan cinta. Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.

3.      Kehormatan/gengsi dan Kerajaan Allah
Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi clan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status sosial tinggi dan ada kelompok yang melmiliki status sosial rendah. Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
Yesus mengatakan: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini; kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18: 1-4,. Anak adalah perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kel as tertentu yang akan diterima dalam Keraj aan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika la man berubah dan menjadi sepenti anak kecil (Mat 18: 3;, menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).
Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyara­kat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan karena pendidikan, kekayaan, asal usul, ke­kuasaan, status, keutamaan, atau keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citra-Nya.
4.      Solidaritas dan Kerajaan Allah
Perbedaan pokok kerajaan di.tnia dan Kerajaan Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras, keluarga, dan sebagai­nya) dan demi kepentingan sendiri. Sementara, Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencdci kamu” (Luk 6: 27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6: 32).
Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah soli­daritas terhadap semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.