P Permasalah Dunia Sekarang ini.
A. Perang.
Perang adalah persaingan yang tujuannya
memenangkan diri atau pihak sendiri dan mengalahkan, merugikan atau
menghancurkan pihak lawan. Semua perang selalu ada korban, selain
korban menjadi tujuan, korban bisa juga merupakan dampaknya.
Perang terjadi karena alasan negative : arogansi untuk
menguasai pihak lain (fisik, psikis, ekonomi, sosial, agama, dll). Positif :
melepaskan diri dari kekuasaan pihak lain (melawan penjajah, penindasan,
ketidak-adilan, dll).
B. Kemiskinan.
Miskin berarti situasi ketidak-berdayaan untuk hidup
secara pantas dalam hal sandang, pangan dan papan. Miskin tampak dari situasi
tidak memiliki atau ketidakpunyaan. Ketidakpunyaan ini bisa saja soal
kemampuan ekonomi : tidak memiliki harta atau uang untuk mencapai hidup standar
hidup. Atau ketidakker-berdayaan sebagai manusia: misalnya pesimistis,
apatis, egois, asocial, hopeless.
Penyebab Kemiskinan.
1. Kemiskinan
bisa karena struktur yang tidak adil dan menindas. Orang kaya
menguasai struktur untuk menguntungkan diri sendiri, misalnya : orang kaya
membuka toko ritel yang besar, nyaman dan murah sehingga warung kecil langsung
mati. Dan mereka diizinkan beroperasi oleh pemerintah.
2. Atau karena
diri sendiri : kemalasan, kebodohan, rendah diri dan takut, dihukum
karena kriminal.
C. Ketidakadilan Sosial.
Adil adalah bahwa tiap
orang hidup menurut haknya. Bertindak
adil adalah memberikan
orang apa yang menjadi haknya. Hidup secara adil berarti
hidup berdasarkan batasan hak. Adil terhadap Negara, misalnya, rajin dan jujur
membayar pajak. Adil terhadap sekolah, menaati aturan sekolah, termasuk
membayar uang sekolah tepat waktu.
Maka bertindak tidak adil berarti mengambil atau merampas atau mengabaikan hak orang
lain atau diri sendiri. Ketidakadilan sosial berarti ada
masyarakat yang haknya diabaikan, dirampas atau diambil. Masalah ini
muncul karena struktur yang jelek. Struktur ini bisa saja menguntungkan orang lain, artinya hak mereka
sangat diperhatikan, bahkan yang bukan menjadi hak mereka pun diberikan.
D. Perusakan Lingkungan.
Ada tiga sifat dasar manusia yang menyebabkan
persoalan ini :
1. Arogansi : manusia merasa berkuasa atas alam, dan boleh bertindak sesuka
hatinya. Alam dianggap pelayan yang menyediakan semua kebutuhan manusia. Karena
itu manusia bebas menebang hutan untuk mengambil kayunya, mengeruk gunung untuk
mengambil kapurnya, melubangi bumi untuk mengambil batu mulia.
2. Materialisme : Manusia berusaha makin kaya dan punya harta banyak. Maka alam dikeruk,
hutan digundul untuk dijadikan area perumahan, agar pengembang makin kaya,
sawah ditimbul lalu didirikan hotel atau supermarket, dll.
3. Hedonisme : Apa gunanya emas? Bukankah itu hanya batu yang mengkilat? Emas adalah
prestise, orang punya emas merasa diri sangat istimewa dan tampak kaya. Menjadi
tampak kaya itu asyik dan nikmat. Kenikmatan dan kemudahan hidup itu
yang dihendaki manusia, kendaraan diciptakan untuk memudahkan manusia berpindah
tempat. Kita tidak mau lagi bersusah-susah.
Akibatnya muncul masalah krusial : pemanasan global
/ global warming yakni terjebaknya panas matahari dalam atmosfer. Atmosfer bumi
yang sebelumnya adalah senyawa transparan yang dapat dilewati oleh panas
matahari, kini menjadi pekat mirip selimut di sekitar bumi. Maka panas matahari
yang masuk ke bumi sebagian besar tidak bisa keluar lagi. Selain karena
produksi polusi makin meningkat, makhluk yang sebelumnya bertugas menghirup zat
berbahaya (CO2, N2O, CH4, H2O, CFC), kita tebang, tempat hidup
mereka (hutan) dijadikan kota baru atau lahan perkebunan.
E. Perkembangan IPTEK.
Selain berdampak sangat positif pada kemajuan dan
keberadaban manusia, IPTEK juga membawa perubahan sosial yang besar. Masyarakat
bisa lebih egoistis dan asocial, nilai interpersonal memudar, muncul mental
instan, sekat wilayah pribadi semakin kecil.
II. Gereja Dan Dunia
Paus Yohanes XXIII
Konsili adalah rapat akbar para uskup seluruh dunia
untuk merumuskan banyak hal penting termasuk pokok-pokok ajaran
iman. Paling terkenal adalah Konsili Vatikan II (KV.II).
Konsili dimotori oleh Paus Yohanes XXIII. Secara
simbolis, di hari pertama dia menyuruh membuka jendela-jendela tempat
tinggalnya, “agar udara bau busuk di dalam dapat keluar, dan udara segar dari
luar bisa masuk,” begitu katanya. Oktober 1962. Gerakan pembaharuan
dan gereja yang membuka diri ini dia sebut, “aggiornamento.”
Gaudium et Spes.
Dalam KV. II lahirlah sebuah dokumen penting : Gaudium
et Spes (GS: Kegembiraan dan Harapan). Dalam dokumen ini, jarak
antara gereja dan dunia dihilangkan. Duka dan
kecemasan, gembiraan dan harapan dunia menjadi duka dan kecemasan, kegembiraan
dan harapan gereja.Gereja harus masuk dan menyatu dengan dunia untuk
membuatnya bermartabat, itulah yang dilakukan Kristus. Dunia dipandang lebih
positif.
Maka GS art. 3 mengatakan,
gereja hadir untuk melayani bukan dilayani. Semua umat berhak atas kabar
gembira dari Tuhan. Gereja menolak segala macam
perbudakan atau tindakan yang melecehkan dan merendahkan manusia.
Peran Gereja dalam Masalah Dunia
1. Gereja dan Perdamaian Dunia
Damai bukan hanya tidak ada perang. Damai mengandaikan
adanya tatan sosial yang adil, sama dan serasa, yang menjamin kebebasan,
ketenangan dan keamanan semua orang. Intinya bila semua orang bisa hidup bebas
dan nyaman, di situ telah ada damai. GS art.78 menyuruh kita untuk
melakukan KEBENARAN dalam CINTA KASIH, agar tercipta perdamaian dan persatuan
sesama manusia.
Ketidakdamaian dunia sekarang juga disebabkan
oleh kesenjangan antara rakyat miskin dan kaya, Negara kaya dan Negara miskin.
Maka Paus Yohanes XXIII dalam Mater et
Magistra (1961) danPacem in Teris (1963).
Mather/ibu dan
magiter/
guru Peace/
damai di Tera/bumi
2. Gereja dan Kaum Miskin.
Sebab kemiskinan telah dibahas sebelumnya. Tugas
gereja adalah ikut berusaha untuk menghilangkan penyebabnya. Paus Yohanes
Paulus II mengajak kita dalam ensikliknya Sollicituo Rei Socialis, agar memperhatikan kaum miskin dengan serius. Lalu lahirlah konsep option for the poor. Konsep ini aslinya sudah ada
dalam Octogesimo
adveniens (1971), dari Paus Paulus VI. Paus Paulus VI, menyeruhkan agar kita mesti lebih hormat
pada kaum miskin, terhadap hak mereka untuk berkembang.
3. Gereja dan Penegakan Keadilan.
Adil adalah situasi yang seimbang, tidak berat
sebelah. Adil berarti hidup pada kebenaran. Lebih dari itu,bertindak adil
berarti memberikan orang apa yang menjadi haknya. Revolusi
Industri abad 18, ternyata berdampak buruk pada kaum buruh. Pemodal berusaha
makin kaya dengan memberikan upah sangat minim bagi pekerja. Situasi
ini diterangkan dengan jelas dalam ensiklik Paus Leo XIII, Rerum Novarum (1891). Paus menentang situasi tidak manusiawi dan perbudakan yg dialami
para buruh / pekerja. Bahkan 40 tahun kemudian situasinya belum banyak berubah,
maka Paus Pius XI menulis ulang ide Paus Leo dalam Quadragessimo Anno. Paus Pius menganjurkan agar tatanan sosial harus
diatur ulang.
4. Gereja dan Pelestarian Keutuhan Ciptaan.
Hidup pada abad teknologi Paus Yohanes Paulus II harus
bicara juga tentang Lingkungan Hidup yang menjadi efek samping dari kemajuan
dunia. Ini ditulisnya dalam Sollicitudo Rei
Socialis art. 34.Pertama : tidak memakai
seenaknya aneka macam makhluk hidup atau tidak, biotik atau abiotic, meskipun
untuk kebutuhan ekonomi. Kedua: sadarilah bahwa sumber-sumber
energy alam itu terbatas, bahkan ada yg tidak dapat diperbaharui lagi. Ketiga: mutu
kehidupan daerah industry sangat buruk karena pencemaran lingkungan.
5. Keterlibatanku dalam Membangun Dunia yg Adil, Damai dan Sejahtera.
Gaudium et Spes, art. 26 melihat SEJAHTERA sebagai
kondisi hidup masyarakat agar tiap anggota atau kelompok, pribadi atau suatu
kelompok dapat hidup secara utuh, penuh untuk mencapai kesejahteraan mereka
sendiri. Setiap kelompok atau pribadi mesti memperhitungkan kebutuhan dan
aspirasi kelompok lain. Adil, damai dan sejahtera itu berarti tiap
orang terjamin haknya untuk memiliki sesuatu yang menjamin martabatnya sebagai
manusia.
D. Ajaran Sosial Gereja.
Ajaran
Sosial Gereja (ASG) adalah ajaran Gereja mengenai hak
dan kewajiban berbagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan kebaikan bersama,
baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
ASG sebelum Konsili Vatikan II
a. Rerum Novarum (1891) : oleh Paus Leo XIII. (Hal-hal
Baru)
Promosi martabat manusia lewat keadilan upah pekerja;
setiap manusia memiliki hak milik pribadi (melawan gagasan Marxis-komunis –
revolusi industri). Gereja bertugas membangun keadilan sosial, pembelaan
terhadap kaum buruh. 3 hal yang harus dihargai sama sebagai pembentuk ekonomi :
Buruh, Modal dan Negara.
b. Quadragesimo
Anno (1931) : oleh Paus Pius XI. (Dalam
40 tahun)
Peringatan 40 tahun Rerum Novarum. Menegaskan kembali
hak dan kewajiban Gereja dalam permasalah sosial, mengecam kapitalisme,
persaingan pasar bebas dan komunisme. Kaum buruh berhak atas milik pribadi, hak
kaum buruh atas kerja, upah yg adil, serta hak berserikat.
c. Mater et
Magistra (1961) : oleh Paus Yohanes
XXIII. (Ibu dan Guru)
Ajakan bagi semua Kristiani dan orang-orang yg
berkehendak baik untuk bersama-sama menciptakan lembaga-lembaga sosial (local,
nasional, internasional) demi menjaga martabat manusia dan menegakan keadilan
serta perdamaian. Seruan yang sama ditulisnya lagi dalam …
d. Pacem in Terris (1963), oleh Paus Yohanes
XXIII (Damai di Bumi)
Tata dunia,
tata negara, relasi antarwarga masyarakat dan negara, struktur negara
(bagaimana diatur); hubungan internasional antarbangsa; seruan agar
dihentikannya perlombaan senjata; soal “Cold War” (perang
dingin) oleh produksi senjata nuklir.
ASG setelah Konsili Vatikan II (KVII :1962
– 1965)
a. Paus Yohanes
XXIII membuka Konsili Vatikan II (11 Oktober 1962) Selama tiga tahun para kardinal dan uskup
mendiskusikan hakikat Gereja dan perutusan ke dunia serta di dalam dunia.
Mereka menghasilkan konstitusi (aturan) Pastoral Gaudium et Spes (Kegembiraan dan Harapan). Isinya : Tugas khas gereja
adalah menjadi terang dan kekuatan bagi masyarakat manusia menurut hukum ilahi.
b. Populorum
Progressio (1967), oleh Paus Paulus VI. (Perkembangan
Masyarakat)
Negara-negara kaya dan miskin meski bekerja sama dalam
membangun semangat solidaritas, demi mangatasi masalah kemiskinan, kelaparan
dan ketidakadilan structural.
c. Octogesimo
Adveniens (1971), oleh Paus Paulus VI. (Ulang
tahun ke-80)
Merayaan 80 tahun Rerum Novarum. Ada kesulitan untuk
membentuk tatanan (keteraturan sosial) baru. Kesulitan ini terjadi pada proses
pembentukan tatanan baru itu sendiri. Entah karena mentalitas pelaku
pembaharuan yang belum siap atau karena apa yang mau dirubah juga menolak
adanya pembaharuan.
d. Laborem
Exercens (1981), oleh Paus Yohanes
Paulus II. (Dalam Kerja Manusia)
Memuat makna kerja manusia. Bahwa bekerja berarti
mengembangkan karya Allah dan ikut serta dalam sejarah penyelamatan. Dan bahwa
tenaga keraja (pekerja) harus lebih utama dari pada alat dan teknologi atau
model.
e. Sallicitudoe
Rei Socialis (1987), oleh Paus Yohanes Paulus II.
(Kepedulian Sosial).
Mengingatkan kita semua bahwa ada struktur-struktur
dosa yang membelenggu dalam masyarakat. Paus juga menegaskan kembali bahwa
masih banyak orang-orang kecil yang di-objek-kan (menjadi korban) dalam
pembangunan.
f. Contessimus Annus (1991), oleh Paus Yohanes Paulus II. (100
tahun)
Seruan paus agar gereja terus belajar di dalam dan
bersama pelbagai macam persoalan-persoalan sosial.
Ajaran Sosial Gereja Di Indonesia.
Ajaran Sosial Gereja di Indonesia sampai saat ini belum menjadi gerakan bersama seluruh umat. Gerakan itu
masih sporadic dan dilakukan oleh kelompok, yakni mereka yang berada paling
dekat dengan otoritas gereja atau mereka yang berada di dalamnya.
Misalnya, para kongregasi biarawati / biarawati
berusaha memberdayakan masyarakat dengan membangun sekolah, rumah sakit.
Namun gerakan itu belum maksimal menjadi gerakan
seluruh umat, karena :
1. Gereja
Indonesia masih berfokus pada ritual peribadatan. Orang yang kaya merasa sudah cukup bila memberi
kolekte lebih banyak, ikut panitia pembangunan gereja, panitia natal dan
paskah, aktif dalam kegiatan katekese.
2. Menghadapi
persoalan sosial, gereja masih terbatas pada pengetahuan /
teori. Mengatasinya masih pada level
seminar, teori, motivasi. Mendekati orang miskin, gereja masih sekedar karikatif
: memberi sumbangan. Usaha untuk mengubah struktur masyarakat, atau
pendampingan sumber daya manusia belum luas dilakukan.
3. Umat Gereja sering bersembunyi di balik ungkapan dan perasaan “minoritas” sehingga takut, segan atau tidak mau bergerak.